Kasus Perlindungan Investor Menumpuk di OJK, Prabowo-Gibran Janjikan Ini
Selasa, 9 Januari 2024 | 10:13 WIB
Penulis: Alfida Rizky Febrianna | Editor: WBP
Jakarta, Beritasatu.com- Tim Ekonomi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Dradjad Wibowo membeberkan arah kebijakan investasi untuk 2024-2029, apabila Prabowo-Gibran terpilih menjadi presiden dan wakil presiden. Layanan perlindungan konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu diperkuat, agar penyelesaian kasus tidak menumpuk.
"OJK harus proaktif dan tegas. Pengalaman saya berinteraksi dengan Bl (Bank Indonesia) dan OJK, deteksi dini mereka cukup bagus, tetapi ketegasan bertindak mereka jauh dari memuaskan," tutur Dradjad dalam “Dialog Arah Kebijakan Investasi dan Pasar Modal 2024-2029”, di Jakarta, Senin (8/1/2024).
Dia menilai, OJK masih belum tegas menindaklanjuti kasus-kasus terkait perlindungan konsumen. Akibatnya, banyak kasus yang menumpuk dan sulit diselesaikan. Untuk itu, Prabowo-Gibran berupaya menyempurnakan hal tersebut.
“Untuk perlindungan investor, OJK menjalankan dua tupoksi (tugas pokok fungsi) sekaligus. Tupoksi sebagai otoritas industri dan otoritas perlindungan konsumen atau investor,” kata dia.
Dradjad membandingkan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang memisahkan lembaga pengawas jasa keuangan dengan lembaga perlindungan konsumennya. Di AS, ada Securities and Exchange Commission (SEC) dan Consumer Financial Protection Bureau (CFPB). Sedangkan, di Inggris ada Financial Supervisory Agency (FSA) dan Financial Conduct Authority (FCA). “Saya tidak mengatakan OJK harus dipisah. OJK sendiri sudah ada investor and consumer protection sendiri,” kata dia.
Dia mengatakan, Prabowo-Gibran juga akan memperbaiki peta jalan OJK dalam upaya mencegah Indonesia terjebak dalam middle income trap untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
"Beberapa kata kunci yang harus diperkuat, antara lain kredibilitas, kepatuhan, penegakan aturan, kehati-hatian, standardisasi (dan akreditasi), intelijen, deteksi dini, audit, sertifikasi, keterbukaan, peringkat sustaible," jelasnya.
Selanjutnya, Dradjad juga menyinggung terkait pengaturan influencer yang berisiko tinggi, mencakup sertifikasi, code of conducts, dan sanksi.
"Contohnya, sanksi kadang-kadang merugikan kita sendiri, tetapi kalau kita tidak tegas dengan sanksi, maka kredibilitas (dalam melindungi investor dan konsumer) akan jelek," tandas dia.
- Hits: 136