Kalau Ekonomi RI Mau Tumbuh 8 Persen, Siapkan Dulu Anggaran 3.905 Triliun di APBN 2025

Tayang: Minggu, 8 September 2024 15:54 WIB | Diperbarui: Minggu, 8 September 2024 20:59 WIB

Penulis: Bambang Ismoyo

Editor: Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia bisa merealisasikan target ambisius pertumbuhan ekonomi 8 persen jika pemerintah juga punya anggaran belanja negara yang memadai di APBN.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo, dalam analisisnya bilang, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen di 2025 seperti ambsi Presiden terpilih Prabowo Subianto, butuh anggara Rp3.905 triliun di APBN 2025.

Drajad mengatakan, besaran anggaran belanja negara di APBN 2025 mau tidak mau memang harus lebih besar jika dibandingkan di APBN 2024 dan tahun-tahun sebelumnya karena target pertumbuhan ekonomi yang ingin diraih juga tinggi.

Untuk tahun 2026 Drajad mengatakan, anggaran APBN 2026 harus mencapai Rp4.319 triliun lalu naik lagi menjdi Rp4.807 triliun di APBN 2027 serta Rp5.390 triliun di APBN2028, dan Rp6.096 triliun pada APBN 2029.

Dengan demikian target pertumbuhan ekonomi 8 persen di periode pemerintahan Prabowo Subianto akan bisa tercapai.

Dradjad memprediksi, jika pengeluaran belanja negara dapat dilakukan dengan skema yang ia rekomendasikan, maka ekonomi Indonesia dapat mencapai 8,85 persen.

Belanja negara yang dimaksud dialokasikan untuk investasi fundamental. Investasi fundamental seperti di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan.

Namun, jangan mengharapkan pertumbuhan tinggi dalam jangka pendek dari investasi ini karena terdapat jeda waktu.

“Saya sudah mengevaluasi berbagai jalur untuk pertumbuhan tinggi. Yang paling potensial adalah stimulus Keynesian,” papar Dradjad.

Ia melanjutkan, stimulus Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah untuk menggenjot permintaan agregat agar ekonomi tumbuh tinggi, atau agar tidak anjlok saat kondisi menurun.

Ia mengatakan, tiga hal potensial yang bisa menjadi fokus stimulus Keynesian.

Yang pertama adalah kebijakan produktifitas tenaga kerja yang tepat mengatasi kesenjangan produktifitas yang masih tinggi.

Kemudian, terobosan memaksimalkan efek pertumbuhan jangka pendek dari investasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Dan yang terakhir hilirisasi dan modernisasi sebagai perubahan struktural harus diprioritaskan.

https://www.tribunnews.com/bisnis/2024/09/08/kalau-ekonomi-ri-mau-tumbuh-8-persen-siapkan-duluanggaran-3905-triliun-di-apbn-2025

  • Hits: 19

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Tembus 8%, Syarat Ini Wajib Dipenuhi

Pertumbuhan ekonomi 8 persen masih bisa dicapai (attainable growth) oleh Indonesia.

Septian DenySeptian Deny

Diperbarui 08 Sep 2024, 19:45 WIB

Liputan6.com, Jakarta Ekonom senior Indef Dradjad Wibowo menyebut pertumbuhan ekonomi 8 persen masih bisa dicapai (attainable growth). Hal itu dikatakan Dradjad saat memberikan studium generale di Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila, Sabtu (7/9/2024). Angka tersebut menurutnya, bukanlah angka pertumbuhan rata-rata selama kepemimpinan Prabowo-Gibran.

Dradjad menjelaskan, dalam kurun waktu tahun 1961 sampai tahun 2023 pertumbuhan ekonomi rata-rata Indonesia 5,11%, dan hanya lima kali tumbuh 8% atau lebih. Yaitu tahun 1968 (10,92%), 1973 (8,10%), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%) dan 1995 (8,22%).

“Artinya, selama 63 tahun peluang ekonomi Indonesia tumbuh minimal 8% adalah sekitar 8% juga. Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi berperan dominan,” ujar Dradjad.

Dradjad menambahkan, investasi fundamental menjadi hal yang sangat penting. Investasi fundamental itu di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Namun, jangan mengharapkan pertumbuhan tinggi dalam jangka pendek dari investasi ini karena terdapat jeda waktu.

“Saya sudah mengevaluasi berbagai jalur untuk pertumbuhan tinggi. Yang paling potensial adalah stimulus Keynesian,” kata Dradjad.

Stimulus Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah untuk menggenjot permintaan agregat agar ekonomi tumbuh tinggi, atau agar tidak anjlok saat kondisi menurun. Dijelaskan Dradjad, tiga hal potensial yang bisa menjadi fokus stimulus Keynesian.

Yang pertama adalah kebijakan produktifitas tenaga kerja yang tepat mengatasi kesenjangan produktifitas yang masih tinggi.

Kemudian, terobosan memaksimalkan efek pertumbuhan jangka pendek dari investasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Dan yang terakhir hilirisasi dan modernisasi sebagai perubahan struktural harus diprioritaskan.

Makan Bergizi Gratis

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19

"Program APBN harus benar-benar dipilih yang memiliki potensi pertumbuhan tertinggi. Contohnya dalam Asta Cita adalah makan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, pembangunan rumah, air bersih, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi.,” ujarnya.

Di bidang pendidikan, belanja tidak dibatasi hanya pada sarana dan prasarana pengajaran saja. Tapi untuk pembangunan jalan dan jembatan yang memudahkan anak didik di desa terpencil bersekolah.

“Penyediaan pasar melalui APBN bagi generasi milenial dan Generasi Z di bidang teknologi informatika, pelatihan vokasional untuk manufaktur dan jasa, peningkatan produktifitas pekerja melalui standarisasi,” Dradjad memaparkan.

Dalam kesempatan itu, Dradjad juga menjelaskan dari mana sumber dananya. Menurutnya, berasal dari pendapatan negara yang bersifat adhoc.

“Sudah dicoba waktu saya memimpin unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan sudah menghasilkan. Adhoc itu yang jangka pendek. Jangka menengahnya, digitalisasi pajak dan cukai. Mulai dari PPN (pajak pertambahan nilai). Nanti di kesempatan lain akan saya uraikan lebih rinci,” Dradjad memastikan.

https://www.liputan6.com/bisnis/read/5696741/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-bisa-tembus-8-syarat-ini-wajib-dipenuhi?page=3

  • Hits: 23

Ekonom Indef Yakin Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Masih Bisa Dicapai

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin

Minggu, 8 September 2024| 10:57 WIB

Dradjad Wibowo Ekonom senior Indef menyebut pertumbuhan ekonomi 8 persen masih bisa dicapai (attainable growth). Hal itu dikatakan Dradjad saat memberikan studium generale di Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila, Sabtu (7/9/2024). Angka tersebut menurutnya, bukanlah angka pertumbuhan rata-rata selama kepemimpinan Prabowo-Gibran.

Dradjad menjelaskan, dalam kurun waktu tahun 1961 sampai tahun 2023 pertumbuhan rata-rata Indonesia 5,11%, dan hanya lima kali tumbuh 8% atau lebih. Yaitu tahun 1968 (10,92%), 1973 (8,10%), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%) dan 1995 (8,22%).

“Artinya, selama 63 tahun peluang ekonomi Indonesia tumbuh minimal 8% adalah sekitar 8% juga. Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi berperan dominan,” ujar Dradjad.

Dradjad menambahkan, investasi fundamental menjadi hal yang sangat penting. Investasi fundamental itu di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Namun, jangan mengharapkan pertumbuhan tinggi dalam jangka pendek dari investasi ini karena terdapat jeda waktu.

“Saya sudah mengevaluasi berbagai jalur untuk pertumbuhan tinggi. Yang paling potensial adalah stimulus Keynesian,” kata Dradjad.

Stimulus Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah untuk menggenjot permintaan agregat agar ekonomi tumbuh tinggi, atau agar tidak anjlok saat kondisi menurun. Dijelaskan Dradjad, tiga hal potensial yang bisa menjadi fokus stimulus Keynesian.

Yang pertama adalah kebijakan produktifitas tenaga kerja yang tepat mengatasi kesenjangan produktifitas yang masih tinggi.

Kemudian, terobosan memaksimalkan efek pertumbuhan jangka pendek dari investasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Dan yang terakhir hilirisasi dan modernisasi sebagai perubahan struktural harus diprioritaskan.

“Program APBN harus benar-benar dipilih yang memiliki potensi pertumbuhan tertinggi. Contohnya dalam Asta Cita adalah makan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, pembangunan rumah, air bersih, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi.,” ujarnya.

“Di bidang pendidikan, belanja tidak dibatasi hanya pada sarana dan prasarana pengajaran saja. Tapi untuk pembangunan jalan dan jembatan yang memudahkan anak didik di desa terpencil bersekolah.

“Penyediaan pasar melalui APBN bagi generasi milenial dan Generasi Z di bidang teknologi informatika, pelatihan vokasional untuk manufaktur dan jasa, peningkatan produktifitas pekerja melalui standarisasi,” jelas Dradjad.

Dalam kesempatan itu, Dradjad juga menjelaskan dari mana sumber dananya. Menurutnya, berasal dari pendapatan negara yang bersifat adhoc.

“Sudah dicoba waktu saya memimpin unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan sudah menghasilkan. Adhoc itu yang jangka pendek. Jangka menengahnya, digitalisasi pajak dan cukai. Mulai dari PPN (pajak pertambahan nilai). Nanti di kesempatan lain akan saya uraikan lebih rinci,” pungkas Dradjad.(faz/iss)

https://www.suarasurabaya.net/ekonomibisnis/2024/ekonom-indef-yakin-pertumbuhan-ekonomi-8-persen-masih-bisa-dicapai/

  • Hits: 23

Prabowo Pengin Ekonomi Tumbuh 8 Persen? Ini Saran dari Dradjad Wibowo

Minggu, 08 September 2024 – 20:30 WIB

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad H. Wibowo punya saran soal upaya mengejar target pertumbuhan ekonomi pada pemerintahan mendatang di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto.

Menurut Dradjad, optimisme Prabowo soal perekonomian nasional bakal tumbuh 8 persen bisa terwujud asalkan ada investasi fundamental dan terobosan.

Berbicara pada studium generale atau kuliah umum di Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila, Jakarta, Sabtu (7/9/2024), Dradjad membeberkan data tentang perekonomian nasional yang pernah tumbuh di atas 8 persen.

Dalam kurun waktu sejak 1961 hingga 2023, terdapat 5 tahun anggaran yang menunjukkan perekonomian nasional bisa tumbuh 8 persen atau lebih.

Dradjad memerinci perekonomian nasional tumbuh di atas 8 persen itu pada 1968 (10,92 persen), 1973 (8,10 persen), 1977 (8,76 persen), 1980 (9,88 persen), dan 1995 (8,22 persen).

“Artinya, selama 63 tahun peluang ekonomi Indonesia tumbuh minimal delapan persen adalah sekitar delapan persen juga,” ujar Dradjad.

Peraih gelar master dan doktor ilmu ekonomi dari University of Queensland, Australia, itu mencatat terdapat dua hal yang berperan penting dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen pada masa lalu. “Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi berperan dominan,” tuturnya.

Mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara (BIN) itu juga menyinggung soal pentingnya investasi di sektor fundamental untuk mengerek pertumbuhan ekonomi. Investasi fundamental itu mencakup sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kelembagaan.

Walakin, Dradjad menegaskan pertumbuhan yang tinggi tidak serta-merta bisa terwujud dari investasi sektor fundamental. Ekonom yang juga politikus Partai Amanat Nasioal (PAN) itu mengaku sudah mengevaluasi berbagai jalur yang bisa mendongkrak pertumbuhan tinggi.

“Yang paling potensial ialah Stimulus Keynesian,” kata Dradjad.

Stimulus Keynesian berarti intervensi pemerintah melalui peningkatan belanja untuk menaikkan agregat permintaan agar ekonomi tetap tumbuh tinggi. Dradjad menyebut ada tiga hal potensial yang bisa menjadi fokus Stimulus Keynesian.

Hal potensial pertama ialah kebijakan di sektor ketenagakerjaan yang tepat untuk mengatasi kesenjangan produktifivas yang masih tinggi.

Kedua, terobosan dalam memaksimalkan efek pertumbuhan jangka pendek dari investasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan.

Adapun hal potensial ketiga ialah memprioritaskan hilirisasi dan modernisasi untuk perubahan struktural. Oleh karena itu, Dradjad berpandangan program yang ditawarkan pemerintahan Prabowo dalam APBN harus benar-benar memiliki potensi pertumbuhan tertinggi.

“Contohnya dalam Asta Cita (visi, misi dan, program yang akan diusung pemerintahan Prabowo pada pemerintahan mendatang, red) ialah makan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, pembangunan rumah, air bersih, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi,” ujarnya.

Selain itu, Dradjad juga menyinggung soal belanja di sektor pendidikan. Menurut dia, belanja di sektor pendidikan juga mencakup sarana dan prasarana bagi anak-anak di daerah terpencil untuk mengakses pendidikan.

“Di bidang pendidikan, belanja tidak dibatasi hanya pada sarana dan prasarana pengajaran saja, tetapi untuk pembangunan jalan dan jembatan yang memudahkan anak didik di desa terpencil bersekolah,” imbuhnya.

Hal lain yang juga tak kalah penting ialah menyentuh kalangan milenial dan generasi Z. Dradjad menyebut pendidikan penting bagi kedua kalangan itu ialah bidang informatika dan vokasional.

“Penyediaan pasar melalui APBN bagi generasi milenial dan generasi Z di bidang teknologi informatika, pelatihan vokasional untuk manufaktur dan jasa, peningkatan produktifitas pekerja melalui standardisasi,” tuturnya.

Lantas, dari mana sumber dana untuk membiayai program APBN demi mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu?

Dradjad mengatakan dananya bisa dadi pendapatan negara yang bersifat ad hoc.

Ekonom yang selalu terlibat dalam Tim Pemenangan Prabowo di Pilpres 2014, Pilpres 2019, dan Pilpres 2024, itu mengaku saat masih di BIN pernah mengkaji pendanaan program dari pendapatan negara yang bersifat ad hoc.

“Ad hoc itu yang jangka pendek. Jangka menengahnya, digitalisasi pajak dan cukai. Mulai dari PPN (pajak pertambahan nilai),” ujar Dradjad.(jpnn.com)

https://www.jpnn.com/news/prabowo-pengin-ekonomi-tumbuh-8-persen-ini-saran-dari-dradjad-wibowo

  • Hits: 20

Mengejar Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 8%, Ekonom Ungkap Syaratnya

Anto Kurniawan

Minggu, 08 September 2024 - 20:24 WIB

JAKARTA - Ekonom senior Indef, Dradjad Wibowo menyebutkan, bahwa pertumbuhan ekonomi 8% masih bisa dicapai (attainable growth). Hal itu dikatakan Dradjad saat memberikan studium generale di Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila, Sabtu (7/9/2024).

Angka tersebut menurutnya, bukanlah angka pertumbuhan rata-rata selama kepemimpinan Prabowo-Gibran . Dijelaskan oleh Dradjad bahwa, dalam kurun waktu tahun 1961 sampai tahun 2023 pertumbuhan rata-rata Indonesia 5,11%, dan hanya lima kali tumbuh 8% atau lebih. Yaitu tahun 1968 (10,92%), 1973 (8,10%), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%), dan 1995 (8,22%).

“Artinya, selama 63 tahun peluang ekonomi Indonesia tumbuh minimal 8% adalah sekitar 8% juga. Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi berperan dominan,” ujar Dradjad.

Sambung Dradjad menambahkan, investasi fundamental menjadi hal yang sangat penting. Investasi fundamental itu di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Namun jangan mengharapkan pertumbuhan tinggi dalam jangka pendek dari investasi ini karena terdapat jeda waktu.

“Saya sudah mengevaluasi berbagai jalur untuk pertumbuhan tinggi. Yang paling potensial adalah stimulus Keynesian,” kata Dradjad.

Stimulus Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah untuk menggenjot permintaan agregat agar ekonomi tumbuh tinggi, atau agar tidak anjlok saat kondisi menurun. Dradjad menjelaskan, tiga hal potensial yang bisa menjadi fokus stimulus Keynesian.

Yang pertama adalah kebijakan produktivitas tenaga kerja yang tepat mengatasi kesenjangan produktivitas yang masih tinggi. Kemudian, terobosan memaksimalkan efek pertumbuhan jangka pendek dari investasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Dan yang terakhir hilirisasi dan modernisasi sebagai perubahan struktural harus diprioritaskan.

"Program APBN harus benar-benar dipilih yang memiliki potensi pertumbuhan tertinggi. Contohnya dalam Asta Cita adalah makan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, pembangunan rumah, air bersih, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi,” ujarnya.

Di bidang pendidikan, belanja tidak dibatasi hanya pada sarana dan prasarana pengajaran saja. Tapi, untuk pembangunan jalan dan jembatan yang memudahkan anak didik di desa terpencil bersekolah.

“Penyediaan pasar melalui APBN bagi generasi milenial dan Generasi Z di bidang teknologi informatika, pelatihan vokasional untuk manufaktur dan jasa, peningkatan produktivitas pekerja melalui standardisasi,” ujar Dradjad.

Dalam kesempatan itu, Dradjad juga menjelaskan dari mana sumber dananya. Menurutnya, berasal dari pendapatan negara yang bersifat ad hoc.

“Sudah dicoba waktu saya memimpin unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan sudah menghasilkan. Ad hoc itu yang jangka pendek. Jangka menengahnya, digitalisasi pajak dan cukai. Mulai dari PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Nanti di kesempatan lain akan saya uraikan lebih rinci,” pungkasnya.

https://ekbis.sindonews.com/read/1451685/33/mengejar-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-8-ekonom-ungkap-syaratnya-1725800961

  • Hits: 22

Page 1 of 28

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id