Jika PPKM Diperpanjang Sampai Akhir Agustus, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Bisa Anjlok

 

Selasa, 10 Agustus 2021 | 17:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2021 sedikit banyak dipengaruhi oleh seberapa lama PPKM Level 3-4 diberlakukan.

Jika PPKM berlangsung sama akhir Agustus, dia memproyeksi ekonomi kuartal III hanya berada pada kisaran 2,5-2 persen.

Namun, jika lebih cepat dari itu atau hanya setengah dari kuartal III, pertumbuhan ekonomi akan lebih baik di kisaran 3 persen.

Kendati demikian, pertumbuhan secara kuartalan (QtoQ) hanya 0,5 persen bahkan ada risiko negatif.

"Hitungan sementara saya pertumbuhan y-o-y di kuartal III 2021 akan jauh di bawah kuartal II 2021, mungkin sedikit di atas atau di bawah 3 persen. Tapi jika PPKM ini hingga akhir Agustus, maka pertumbuhan bisa anjlok ke 1,5-2 persen," kata Dradjad kepada Kompas.com, Selasa (10/8/2021).

Dradjad mengungkapkan, lebih kecilnya pertumbuhan ekonomi jika PPKM berlangsung hingga akhir Agustus disebabkan oleh efek bola salju dari anjloknya kepercayaan konsumen dan investor.

Apalagi, menurut dia, hari kemerdekaan yang jatuh pada 17 Agustus 2021 bakal dirayakan dalam masa PPKM.

"Tapi jika dilihat dari sudut ekonomi kesehatan, itu pengorbanan ekonomi yang sepadan. Karena, Indonesia memang masih perlu melakukan pembatasan sosial untuk menekan pandemi," ucap dia.

Dradjad menambahkan, ada dua skenario yang terjadi jika pelonggaran PPKM dilakukan dengan membuka mall dan sektor lain secara terbatas.

Jika status transmisi turun cepat, pembukaan mall dan sektor lain akan menolong ekonomi.

Namun, kalau status transmisi lambat turun seperti saat ini, melonggarkan PPKM berisiko memperburuk status transmisi dengan cepat.

"Tapi apapun skenarionya, hitungan sementara saya pertumbuhan y-o-y tidak akan negatif. Kalau q-t-q masih ada risiko negatif, tapi minor risikonya. Jadi secara teknis kita tidak lagi resesi nanti, meski pertumbuhannya rapuh," pungkas Dradjad.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah memperpanjang masa PPKM Level 4 hingga 16 Agustus di wilayah Jawa-Bali dan hingga 23 Agustus di luar Pulau Jawa-Bali.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan dilakukan uji coba pembukaan mall secara bertahap di wilayah PPKM Level 4.

Ia menjelaskan, uji coba pembukaan mal selama sepakan ke depan akan dilakukan di kota Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang.

Adapun ketentuan kapasitas pengunjungnya hanya 25 persen dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Di sisi lain, hanya masyarakat yang telah menerima vaksinasi Covid-19 yang diperbolehkan masuk ke mal. Ketentuan ini untuk menekan potensi terjadinya penularan Covid-19 di pusat perbelanjaan.

Tak cukup itu, kata Luhut, syarat lainnya adalah hanya masyarakat yang berusia di atas 12 tahun dan dibawah 70 tahun yang diperbolehkan berkunjung ke mal.

"Pemerintah akan melakukan uji coba pembukaan secara gradual untuk mal atau pusat perbelanjaan di wilayah dengan level 4, dengan memperhatikan implementasi protokol kesehatan," ujar Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin (9/8/2021).

https://money.kompas.com/read/2021/08/10/173007026/jika-ppkm-diperpanjang-sampai-akhir-agustus-pertumbuhan-ekonomi-kuartal-iii?amp=1&page=2

 

  • Hits: 619

Ekonomi Indonesia Membaik tetapi Sangat Rapuh

 

Jumat, 06 Agustus 2021 | 15:12 WIB

 

Dradjad Hari Wibowo Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal II/2021 tercatat 7,07 persen year on year (yoy). Angka ini jauh melebihi perkiraan kebanyakan ekonom dan pelaku keuangan, yaitu sekitar 5 persen.

“Secara obyektif, saya melihat perekonomian memang membaik selama kuartal II/2021. Konsumsi dan ekspor tumbuh relatif tinggi. Namun, saya juga mengingatkan bahwa pertumbuhan itu masih sangat rapuh,” ujar Dradjad dalam keterangannya, Jumat (6/8/2021).

Alasan-alasan sangat rapuh itu, kata Dradjad, pertama, angka 7,07 persen itu diperoleh dari basis Produk Domestik Bruto (PDB) yang anjlok drastis tahun lalu.

“Kita tahu, ekonomi tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II/2020. Ini memberikan basis perhitungan PDB yang rendah,” jelasnya.

“Untuk mudahnya saya ibaratkan kita punya 100 medali pada tahun 2019. Tahun 2020, medali kita anjlok menjadi 100-5,32 = 94,68. Nah pada tahun 2021 jumlah medali kita menjadi 101.37,” imbuhnya.

Kata dia, angka 101,37 ini mencerminkan kenaikan 7,07 persen dibandingkan kondisi tahun 2020. Tapi jika dibandingkan angka dasar 100, kenaikannya hanya 1,37 persen.

Alasan yang kedua, pertumbuhan 7,07 persen itu antara lain karena pemerintah melonggarkan pergerakan orang pada kuartal II/2021. Efeknya, konsumsi tumbuh 5,93 persen, lebih tinggi dari “biasanya”. Beberapa tahun terakhir, konsumsi “biasanya” tumbuh sedikit di atas atau di bawah 5 persen.

Masalahnya, menurut Dradjad, pelonggaran itu terbukti membuat kasus Covid-19 di Indonesia meledak dengan tingkat kematian tinggi. Kondisi ini memaksa pemerintah menerapkan PPKM darurat dan PPKM level 4 di berbagai provinsi selama Juli hingga awal Agustus.

“Hampir separuh dari kuartal III/2021 kita lalui dalam PPKM. Jelas, pertumbuhan konsumsi akan anjlok, meski mungkin tidak akan negatif karena kita berangkat dari basis yang rendah,” kata dia.

Efek lainnya adalah Indonesia ditempatkan oleh Bloomberg sebagai negara yang paling rendah skor ketahanan pandeminya.

“Kita berada pada urutan 53 dari 53 negara yang masuk dalam Bloomberg Resilience Score (BRS). BRS yang buruk ini bisa mengganggu kepercayaan investor dan konsumen terhadap Indonesia pada kuartal III/2021 dan ke depannya,” jelas Dradjad.

Alasan ketiga, lanjut Dradjad, selisih antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi kali ini cukup besar. Kondisi ini di luar kebiasaan. Dradjad mengaku masih harus melihat tren ke depan uuntuk mengetahui apakah hal ini hanya lonjakan sesaat atau awal perubahan yang lebih mendasar.

Jika yang terjadi adalah lonjakan sesaat dari komponen pengeluaran yang lain, ini menandakan lebih tingginya tingkat kerapuhan dari pertumbuhan ekonomi. Karena, konsumsi sebagai “saka guru” cenderung menurun pada kuartal III/2021.

Link Berita : https://www.suarasurabaya.net/ekonomibisnis/2021/ekonomi-indonesia-membaik-tetapi-sangat-rapuh/

  • Hits: 673

Objektif Saja, Ekonomi Memang Tumbuh, tetapi Rapuh

Jumat, 06 Agustus 2021 | 23:13 WIB

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad H Wibowo menilai pertumbuhan ekonomi kuartal II/2021 yang mencapai 7,07 persen di luar prediksi banyak kalangan.

Menurutnya, banyak ekonom dan pelaku keuangan yang sebelumnya memprediksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun ini di kisaran 5 persen saja.

"Secara objektif, saya melihat perekonomian memang membaik selama kuartal II/2021. Konsumsi dan ekspor tumbuh relatif tinggi," ujar Dradjad melalui layanan pesan ke JPNN.com, Jumat (6/8).

Namun, mantan ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara itu menganggap pertumbuhan ekonomi yang ada masih rentan. "Pertumbuhan tersebut masih sangat rapuh," ulasnya.

Dradjad pun membeber sejumlah argumennya. Pertama, tuturnya, angka 7,07 persen diperoleh dari basis produk domestik bruto (PDB) yang anjlok drastis pada tahun lalu.

"Kita tahu ekonomi tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II/2020, ini memberikan basis perhitungan PDB yang rendah," ujarnya.

Kedua, pertumbuhan ekonomi 7,07 itu juga disebabkan kebijakan pelonggaran pergerakan orang pada kuartal II/2021. Efeknya ialah konsumsi tumbuh 5,93 persen atau lebih tinggi dari biasanya.

"Beberapa tahun terakhir, konsumsi biasanya tumbuh sedikit di atas atau di bawah lima persen," paparnya.

Namun, pelonggaran itu juga membawa efek peningkatan kasus Covid-19. Angka kematian akibat virus pemicu pandemi itu pun melonjak tinggi.

Oleh karena itu, ketika pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan PPKM Level 4, Dradjad menyebut kebijakan tersebut akan berefek pada kondisi ekonomi Juli-Agustus.

"Hampir separuh dari kuartal III/2021 kita lalui dalam PPKM. Jelas, pertumbuhan konsumi akan anjlok, meski mungkin tidak akan negatif karena kita berangkat dari basis yang rendah," ulasnya.

Dradjad menegaskan hal yang patut dicermati ialah posisi Indonesia dalam Bloomberg Resilience Score (BRS). Bloomberg menempatkan Indonesia di peringkat paling bawah dalam hal ketahanan terhadap pandemi.

"Kita berada pada urutan 53 dari 53 negara yang masuk BRS. Posisi ini bisa mengganggu kepercayaan investor dan konsumen terhadap Indonesia pada kuartal III/2021 dan ke depannya," tegasnya.

Adapun argumen ketiga yang mendasari Dradjad menganggap pertumbuhan ekonomi itu masih rapuh ialah tingkat konsumsi di luar kebiasaan.

"Jika yang terjadi adalah lonjakan sesaat dari komponen pengeluaran yang lain, ini menandakan lebih tingginya tingkat kerapuhan dari pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi sebagai soko gurunya cenderung menurun di kuartal III/2021," kata Dradjad.

Link Berita : https://www.jpnn.com/news/jujur-saja-ekonomi-memang-tumbuh-tetapi-rapuh

  • Hits: 675

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2021 Sebesar 7,07 Persen, Dradjad Wibowo : Ekonomi RI Masih Rapuh

Jumat, 06 Agustus 2021 | 17:55 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo menyebut perekonomian Indonesia masih rapuh, meski pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 tercatat 7,07 persen.

"Saya melihat perekonomian memang membaik selama kuartal II 2021, konsumsi dan ekspor tumbuh relatif tinggi. Namun, saya juga mengingatkan bahwa pertumbuhan tersebut masih sangat rapuh," ujar Dradjad, Jumat (6/8/2021).

Dradjad menyebut ada tiga alasan ekonomi Indonesia masih terbilang rapuh.

Pertama, angka 7,07 persen diperoleh dari basis Produk Domestik Bruto (PDB) yang anjlok drastis tahun lalu, di mana ekonomi tumbuh minus 5,32 persen pada kuartal II 2020 dan ini memberikan basis perhitungan PDB yang rendah.

"Untuk mudahnya saya ibaratkan kita punya 100 medali pada tahun 2019. Tahun 2020, medali kita anjlok menjadi 100-5,32 = 94,68. Nah pada tahun 2021 jumlah medali kita menjadi 101.37," paparnya.

"Angka 101,37 ini mencerminkan kenaikan 7,07 persen dibandingkan kondisi tahun 2020. Tapi jika dibandingkan angka dasar 100, kenaikannya hanya 1,37 persen," sambung Dradjad.

Kedua, pertumbuhan 7,07 persen antara lain karena terjadi pelonggaran pergerakan orang pada kuartal II 2021.

Efeknya, kata Dradjad, konsumsi tumbuh 5,93 persen, lebih tinggi dari biasanya, karena beberapa tahun terakhir, konsumsi biasanya tumbuh sedikit di atas atau di bawah 5 persen.

Masalahnya pelonggaran tersebut terbukti membuat kasus Covid-19 di Indonesia meledak, dengan tingkat kematian yang tinggi.

Kondisi ini, dinilai Dradjad, memaksa pemerintah menerapkan PPKM darurat dan PPKM level 4 di berbagai provinsi selama Juli hingga awal Agustus 2021.

"Hampir separuh dari kuartal III/2021 kita lalui dalam PPKM. Jelas, pertumbuhan konsumi akan anjlok, meski mungkin tdk akan negatif karena kita berangkat dari basis yang rendah," paparnya.

Efek lainnya, kata Dradjad, Indonesia ditempatkan Bloomberg sebagai negara yang paling rendah skor ketahanan pandeminya.

Indonesia berada pada urutan 53 dari 53 negara yang masuk dalam Bloomberg Resilience Score (BRS).

"BRS yang buruk ini bisa mengganggu kepercayaan investor dan konsumen terhadap Indonesia pada kuartal III 2021 dan ke depannya," ucap Dradjad.

Ketiga, selisih antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi kali ini cukup besar, dan ini di luar kebiasaan.

"Saya masih harus melihat tren ke depan untuk mengetahui apakah hal ini hanya lonjakan sesaat, atau awal perubahan yang lebih mendasar," ujarnya.

"Jika yang terjadi adalah lonjakan sesaat dari komponen pengeluaran yang lain, ini menandakan lebih tingginya tingkat kerapuhan dari pertumbuhan ekonomi. Karena, konsumsi sebagai soko gurunya cenderung menurun di kuartal III 2021," tambah Dradjad.

Link Berita : https://www.tribunnews.com/bisnis/2021/08/06/pertumbuhan-ekonomi-kuartal-ii-2021-sebesar-707-persen-dradjad-wibowo-ekonomi-ri-masih-rapuh?page=all

  • Hits: 691

Ini Penjelasan Biarpun Naik 7%, Tapi Ekonomi Sangat Rapuh

 

 

Jumat, 06 Agustus 2021 | 13:02 WIB

 

REPUBLIKA.CO.ID, Ekonom Indef Dradjad Hari Wibowo mengingatkan, sekalipun ekonomi Indonesia membaik tapi sangat rapuh. Angka pertumbuhan ekonomi 7,07 persen diambil dari basis PDB yang anjlok drastis tahun lalu.

Dijelaskannya, pertumbuhan ekonomi kuartal II/2021 tercatat 7,07%. Angka ini jauh melebihi perkiraan kebanyakan ekonom dan pelaku keuangan, yaitu sekitar 5%. "Secara obyektif, saya melihat perekonomian memang membaik selama kuartal II/2021. Konsumsi dan ekspor tumbuh relatif tinggi," kata Dradjad, Jumat (6/8).

Namun, Dradjad juga mengingatkan bahwa pertumbuhan tersebut masih sangat rapuh. Alasannya: pertama, angka 7,07% itu diperoleh dari basis Produk Domestik Bruto (PDB) yang anjlok drastis tahun lalu. Saat itu, ekonomi tumbuh minus 5,32% pada kuartal II/2020. Ini memberikan basis perhitungan PDB yg rendah.

"Untuk mudahnya saya ibaratkan kita punya 100 medali pada tahun 2019. Tahun 2020, medali kita anjlok menjadi 100-5,32 = 94,68. Nah pada tahun 2021 jumlah medali kita menjadi 101.37," jelas Ketua Dewan Pakar PAN ini.

Angka 101,37 ini, kata Dradjad, mencerminkan kenaikan 7,07% dibandingkan kondisi tahun 2020. Tapi jika dibandingkan angka dasar 100, kenaikannya hanya 1,37%.

Kedua, pertumbuhan 7,07% itu antara lain karena ada kebijakan melonggarkan pergerakan orang pada kuartal II/2021. Efeknya, konsumsi tumbuh 5,93%, lebih tinggi dari “biasanya”. Beberapa tahun terakhir, konsumsi  “biasanya” tumbuh sedikit di atas atau di bawah 5%.

"Masalahnya pelonggaran tersebut terbukti membuat kasus COVID-19   di Indonesia meledak, dengan tingkat kematian yang tinggi," ungkap Dradjad.

Kondisi ini memaksa pemerintah menerapkan PPKM darurat dan PPKM level 4 di berbagai provinsi selama Juli hingga awal Agustus. Hampir separuh dari kuartal III/2021 kita lalui dalam PPKM. "Jelas, pertumbuhan konsumi akan anjlok, meski mungkin tdk akan negatif karena kita berangkat dari basis yang rendah," paparnya.

Efek lainnya, lanjut Dradjad, Indonesia ditempatkan oleh Bloomberg sebagai negara yang paling rendah skor ketahanan pandeminya. Indonesia berada pada urutan 53 dari 53 negara yang masuk dalam Bloomberg Resilience Score (BRS). BRS yg buruk ini bisa mengganggu kepercayaan investor dan konsumen terhadap Indonesia pada kuartal III/2021 dan ke depannya.

Ketiga, selisih antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi kali ini cukup besar. Kondisi ini di luar kebiasaan. Dradjad mengatakan masih harus melihat tren ke depan untuk  mengetahui apakah hal ini hanya lonjakan sesaat atau awal perubahan yang lebih mendasar. Jika yang terjadi adalah lonjakan sesaat dari komponen pengeluaran yang lain, ini menandakan lebih tingginya tingkat kerapuhan dari pertumbuhan ekonomi. Karena, konsumsi sebagai soko gurunya cenderung menurun di kuartal III/2021.

Link Berita : https://republika.co.id/berita/qxem49318/ini-penjelasan-biarpun-naik-7-tapi-ekonomi-sangat-rapuh

 

  • Hits: 688

Page 25 of 28

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id