Wanti-wanti Ekonom Jelang Kelanjutan Nasib PPKM Hari Ini

Senin, 04 Okt 2021 05:33 WIB

Jakarta - Periode relaksasi PPKM level 2 dan 3 akan berakhir hari ini, Senin (4/10/2021). Beberapa kebijakan relaksasi yang ditentukan pemerintah seperti jam operasional dan kapasitas pusat perbelanjaan, restoran dan kafe, bioskop dan relaksasi lainnya akan kembali dipertimbangkan dan dievaluasi.

 

Terkait relaksasi ini, para ekonom mewanti-wanti agar relaksasi PPKM dilakukan dengan serius agar tak terjadi gelombang tiga pandemi COVID-19 dan bernasib sama seperti Singapura.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo mengatakan pergerakan masyarakat di pulau Jawa sudah padat dan dia menyarankan adanya relaksasi PPKM. Akan tetapi, relaksasi itu pun harus dilakukan hati-hati agar kejadian di negara tetangga tidak terjadi di Indonesia.

"Relaksasi ini harus super hati-hati, jangan sampai kita meniru kesalahan Singapura. Singapura kepedean, karena tingkat vaksinasi di sana tinggi sekali, mereka melakukan relaksasi terlalu cepat dan terlalu luas. Ternyata jumlah kasus meningkat drastis, meski tingkat hospitalisasi dan mobilitas relatif terkendali karena efek vaksin," kata Dradjad saat dihubungi detikcom, Minggu (4/10/2021).

Dia mengatakan, ada baiknya beberapa relaksasi yang ada saat ini tetap berjalan dengan penerapan protokol kesehatan. Menurutnya, dengan relaksasi yang ada pun ekonomi sudah mulai tumbuh.

"Saran saya, relaksasi yang sudah berjalan selama ini dijaga seperti ini dulu agar tidak mengalami seperti Singapura. Toh aktivitas ekonomi sudah tumbuh dan perekonomian sudah keluar dari resesi. Perdagangan, ritel dan transportasi bisa sedikit direlaksasi tapi jangan kebablasan," ujarnya.

Dradjad bilang, wacana vaksin booster berbayar perlu dipercepat agar kegiatan ekonomi dapat direlaksasi berkelanjutan.

"Yang krusial, pemerintah perlu mempercepat booster vaksin berbayar. Jika nanti sebagian besar masyarakat perkotaan sudah menerima booster, sektor perdagangan dan retail bisa direlaksasi lebih lanjut," imbuhnya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah juga menambahkan, meskipun ekonomi sudah menunjukkan pemulihan, waspada terhadap pandemi masih harus dilakukan. Apalagi saat ada kemungkinan gelombang ketiga COVID-19.

"Kita saat ini belum aman, masih ada kemungkinan terjadi 3rd wave, jangan sampai itu terjadi. Oleh karena itu PPKM harus tetap dipertahankan yang berubah itu levelnya. Di sisi ekonomi sendiri meskipun ada PPKM sudah terlihat proses perbaikan. Kita sudah mulai kembali ke jalur pemulihan ekonomi. Sudah terlihat di indikator-indikator seperti penjualan kendaraan bermotor dan PMI," kata Piter.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5751513/wanti-wanti-ekonom-jelang-kelanjutan-nasib-ppkm-hari-ini

  • Hits: 873

PPKM Diperpanjang 7 Kali, Sudah Nendang ke Ekonomi?

 

Senin, 13 Sep 2021 11:34 WIB

Jakarta - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) per level di Jawa-Bali akan berakhir pada hari ini, Senin (13/9/2021). Berdasarkan catatan detikcom, PPKM ini merupakan perpanjangan ke tujuh kali sejak pertama kali diberlakukan dengan istilah PPKM darurat pada periode 3-20 Juli 2021 lalu.

Kemudian, pemerintah mengubah istilah PPKM darurat menjadi PPKM level 4, 3, dan 2. Kebijakan tersebut masih berlaku hingga hari ini. Pada masa PPKM periode 7-13 September Jawa Bali, pemerintah menerapkan beberapa relaksasi seperti pembukaan tempat wisata, durasi makan di tempat ditambah menjadi satu jam dan stimulus bantuan UMKM.

Lalu, apakah dengan kebijakan tersebut laju ekonomi dapat dikatakan berangsur pulih?

Menanggapi hal tersebut, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo menjabarkan, secara makro kondisi ekonomi dapat dikatakan pulih dan keluar dari zona negatif. Akan tetapi kemajuan tersebut masih bersifat rapuh.

"Masalahnya, perkembangan itu masih rapuh dan menyimpan masalah fiskal yang besar sekali, yang bisa meledak setiap saat," kata Dradjad saat dihubungi detikcom, Senin (13/9/2021).

Dia mengatakan, beberapa hal mengenai besarnya masalah fiskal di Indonesia. Pertama dari sisi penerimaan negara. Dia menyebutkan, realisasi penerimaan pajak anjlok drastis sebesar Rp 262 triliun pada tahun 2020, atau sekitar 20% dari 2019.

"Pada tahun 2021 masalah ini belum terlihat teratasi dengan baik," ujarnya.

Kedua, sebagai akibat dari penerimaan pajak yang menurun, rasio antara penerimaan negara dengan pembayaran utang pemerintah dinilainya sangat tidak sehat. Dia mengungkapkan beberapa data dari tahun 2019-2020.

Pada tahun 2020, pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah melonjak menjadi Rp 729 triliun. Ini setara dengan 44% penerimaan negara. Terhadap penerimaan pajak, rasionya 68%. Artinya sekitar 2/3 pajak habis untuk bayar pokok dan bunga utang pemerintah.

"Ini adalah kondisi fiskal yang sangat jelek. Jika penerimaan negara tidak bisa diperbaiki dengan signifikan, saya khawatir hal ini akan semakin memburuk. Karena, beban pembayaran utang akan semakin besar di tahun-tahun mendatang," paparnya.

Di sisi lain, negara membutuhkan dana besar untuk membiayai perlindungan sosial, kesehatan dan pengentasan kemiskinan. "Jika persoalan penerimaan negara ini tidak teratasi dengan baik, efeknya bisa mengganggu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas ekonomi sekaligus," jelasnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, ekonomi masih jauh untuk dikatakan pulih dari pandemi COVID-19 meskipun sudah beberapa relaksasi diberlakukan.

"Belum dong, yang pulih bidang kesehatan, ekonomi akan menuju normal, tetapi kerusakan ekonomi sudah terjadi dan perlahan lahan diharapkan pulih kembali," kata Anthony.

Meski begitu, di masa PPKM ini kondisi ekonomi menurutnya tidak terkoreksi cukup dalam sehingga masih terdapat potensi perbaikan di kuartal ketiga.

"Ekonomi pada PPKM sekarang tidak anjlok dalam, maka bisa cepat pulih, kuartal depan bisa membaik. Pertumbuhan ekonomi kuartal III saya rasa turun dibandingkan kuartal lalu (q2/2021) atau kuartal III tahun lalu," pungkasnya.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5721256/ppkm-diperpanjang-7-kali-sudah-nendang-ke-ekonomi/2


 

  • Hits: 800

Ekonom Senior INDEF Sebut Belum saatnya Menarik PPKM

 

Rabu, 18 Agustus 2021, 15:00 WIB

WE Online, Jakarta -

Ekonom Senior, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Drajad Prabowo, mengungkapkan bahwa dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih belum menunjukan situasi kondusif, kebijakan PPKM sebaiknya diperpanjang.

"Kita lihat dari sisi kesehatan publik dan ekonomi kesehatan. Saya menggunakan elastisitas produksi kesehatan dan sudah diterima untuk dipakai sebagai salah satu kriteria apakah pembatasan sosial seperti PPKM sudah bisa dilonggarkan atau dilanjutkan," ujarnya dalam diskusi publik Merespons Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan RAPBN 2022, Selasa (17/8/2022).

Drajad mengatakan, pertimbangan indikator kelonggaran PPKM dapat dilakukan jika nilai elastisitas produksi kesehatan berada pada angka nol sampai satu. Hal tersebut juga diperkuat dengan risiko eskalasi penambahan kasus Covid-19 yang kembali rendah.

Jika elastisitas produksi kesehatan berada di atas angka 1, pelonggaran kebijakan PPKM tidak direkomendasikan. Metode ini sudah dipraktikan Drajad dalam studi kasus di negara Inggris, Amerika Serikat, Prancis, Italia, dan Jerman.

"Perkembangan elastisitas produktivitas kesehatan kasus harian Covid-19 di Indonesia saya potong dari 1 Juni sampai 16 Agustus. Kita lihat 1 Juni, kita belum bisa dilonggarakan kalau kita hubungankan dengan kesehatan publik dan ekonomi kesehatan," jelasnya.

Menurut pria yang juga Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) itu, penerapan PPKM Darurat dan PPKM Mikro memberikan sumbangsih atas menurunnya elastisitas produksi kesehatan yang pada per 16 Agustus mencapai angka 3,24 poin.

"Sebelumnya, pada 16 Juli elastisitas produksi kesehatan mengalami kondisi puncak sebesar 9,61 poin atau dalam setiap persen satuan waktu menyebabkan kenaikan kasus menjadi 9,61 kali lipat," terangnya.

Elastisitas produksi kesehatan yang sempat mengalami masa puncak tersebut yang mengakibatkan Indonesia dianggap sebagai episentrum kasus Covid-19 di dunia.

"Meski mengalami penurunan, kalau kita murni melihat dari sisi kesehatan publik dan ekonomi kesehatan dengan kriteria elastisitas produksi kesehatan, sebenarnya belum saatnya melonggarkan PPKM walaupun sebenarnya sudah lama kita jalani," pungkasnya.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy

Editor: Puri Mei Setyaningrum

https://www.wartaekonomi.co.id/read355829/ekonom-senior-indef-sebut-belum-saatnya-menarik-ppkm

 

  • Hits: 829

Page 22 of 28

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id