TKN Prabowo-Gibran: Greenflation Bukan Pertanyaan Receh

Nila Chrisna YulikaNila Chrisna Yulika

Diperbarui 23 Jan 2024, 09:35 WIB

 

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo masih mempersoalkan jawaban calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud Md soal Greenflation. Menurut dia, Mahfud menyepelekan pertanyaan Gibran Rakabuming Raka soal hal yang krusial dan menggapnya sebagai pertanyaan receh.

 

“Greenflation dianggap hanya sekedar receh, tidak mengetahui proses yang terlibat dalam pergerakan menuju ekonomi hijau, seperti penggunaan praktik berkelanjutan dan energi terbarukan,” kata Dradjad seperti dikutip dari siaran pers, Selasa, (23/1/2024).

 

Drajad menilai, Mahfud belum terlalu mengerti soal tantangan dan hambatan apa yang membuat transisi tersebut sangat lambat di dunia. Termasuk, risiko politik dan gejolak sosial yang bisa muncul akibat transisi tersebut.

 

Padahal, greenflation merupakan kata kontemporer yang semakin banyak digunakan oleh para ilmuwan, aktivis, pebisnis, bahkan politisi yang pada isu lingkungan.

 

“Greenflation dipakai mereka yang terlibat dalam urusan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” kata Drajad.

 

Drajad menjelaskan, secara sederhana Greenflation adalah kenaikan harga yang disebabkan oleh biaya transisi energi yang signifikan atau dengan kata lain adalah inflasi yang didorong oleh biaya dari jenis produk energi hijau.

 

“Sebagai gambaran lain, beberapa negara telah menerapkan peraturan keberlanjutan yang ketat pada sektor korporasi. Selain mahal, memenuhi persyaratan ini akan menghasilkan greenflation. Harga karbon dan upaya lainnya juga demikian,” ungkap dia.

 

Oleh karena itu, lanjut dia, timbulnya masalah dari keberlanjutan dan peralihan menuju energi hijau harus dimitigasi. Sebab, akan memiliki dampak terhadap inflasi.

 

“Karena transisi tersebut tidak dapat dihindari, solusi terhadap kesulitan ini perlu segera dikembangkan. Jadi greenflation bukanlah kata yang ambigu,” jelas Drajad.

 

Drajad menegaskan, inflasi hijau bukan recehan, melainkan representasi dari tantangan nyata yang dihadapi oleh negara-negara dalam mengadopsi praktik berkelanjutan dan energi terbarukan.

 

“Mengabaikan atau meremehkan isu ini berarti mengabaikan dampak nyata dari kebijakan lingkungan pada perekonomian. Perlu adanya kesadaran dan upaya serius dari pemimpin untuk mengatasi tantangan yang timbul dari transisi ini, termasuk dampak inflasi yang mungkin terjadi,” dia menandasi.

 

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo masih mempersoalkan jawaban calon wakil presiden nomor urut 3 soal Greenflation.

Menurut dia, Mahfud dianggap menyepelekan pertanyaan Gibran soal krusial tersebut dan menggapnya sebagai pertanyaan receh. “Greenflation dianggap hanya sekedar receh, tidak mengetahui proses yang terlibat dalam pergerakan menuju ekonomi hijau, seperti penggunaan praktik berkelanjutan dan energi terbarukan,” kata Dradjad seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (23/1/2024)

 

Drajad menilai, Mahfud belum terlalu mengerti soal tantangan dan hambatan apa yang membuat transisi tersebut sangat lambat di dunia. Termasuk, risiko politik bahkan gejolak sosial yang bisa muncul akibat transisi tersebut.

 

Padahal, greenflation merupakan kata kontemporer yang semakin banyak digunakan oleh para ilmuwan, aktivis, pebisnis, bahkan politisi yang pada isu lingkungan. “Greenflation dipakai mereka yang terlibat dalam urusan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” kata Drajad.

 

Drajad menjelaskan, secara sederhana Greenflation adalah kenaikan harga yang disebabkan oleh biaya transisi energi yang signifikan atau dengan kata lain adalah inflasi yang didorong oleh biaya dari jenis produk energi hijau.

 

“Sebagai gambaran lain, beberapa negara telah menerapkan peraturan keberlanjutan yang ketat pada sektor korporasi. Selain mahal, memenuhi persyaratan ini akan menghasilkan greenflation. Harga karbon dan upaya lainnya juga demikian,” ungkap dia.

 

Oleh karena itu, lanjut dia, timbulnya masalah dari keberlanjutan dan peralihan menuju energi hijau harus dimitigasi. Sebab, akan memiliki dampak terhadap inflasi.

 

“Karena transisi tersebut tidak dapat dihindari, solusi terhadap kesulitan ini perlu segera dikembangkan.

 

Jadi greenflation bukanlah kata yang ambigu,” jelas Drajad. Drajad menegaskan, inflasi hijau bukan ‘recehan’, melainkan representasi dari tantangan nyata yang dihadapi oleh negara-negara dalam mengadopsi praktik berkelanjutan dan energi terbarukan.

 

“Mengabaikan atau meremehkan isu ini berarti mengabaikan dampak nyata dari kebijakan lingkungan pada perekonomian. Perlu adanya kesadaran dan upaya serius dari pemimpin untuk mengatasi tantangan yang timbul dari transisi ini, termasuk dampak inflasi yang mungkin terjadi,” dia menandasi.

 

Debat Keempat Cawapres di Jakarta Convention Centre (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (21/1/2024) berlangsung seru. Masing-masing calon wakil presiden memaparkan visi dan misi serta gagasan.

 

Dalam debat tersebut, gestur calon wakil presiden nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka menyita perhatian publik saat memberi tanggapan atas jawaban calon wakil presiden nomor urut tiga Mahfud Md.

 

Sebelumnya Gibran memberi pertanyaan kepada Mahfud mengenai cara mengatasi greenflation atau inflasi hijau. Namun Gibran merasa tidak puas dengan jawaban yang disampaikan Mahfud.

 

Dengan gerak tubuh mencari-cari sesuatu, lalu meletakkan tangannya di dekat kepala seolah sedang mencari sesuatu sambil mengarahkan pandangan ke arah Mahfud yang diharap memberi jawaban memuaskan.

 

"Saya lagi nyari jawabannya Prof Mahfud, saya nyari-nyari di mana ini jawabannya, nggak nggak ketemu jawabannya. Saya tanya masalah inflasi hijau kok malah menjelaskan ekonomi hijau?" kata Gibran.

 

Tak puas dengan jawaban Mahfud, Gibran kembali menjelaskan mengenai inflasi hijau dengan memberi contoh terjadinya gerakan demonstrasi rompi hijau di Perancis. Peristiwa itu telah menelan korban.

 

“Ini harus kita antisipasi jangan sampai terjadi di Indonesia," kata Gibran.

 

Gibran menilai bahwa transisi menuju energi terbarukan harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan harus belajar ke negara maju.

 

Menurut Gibran, negara maju saja masih harus menghadapi sejumlah tantangan dalam menghadapi transisi energi hijau.

 

"Jangan sampai malah membebankan R and D yang mahal, proses transisi yang mahal ini kepada rakyat kecil, itu maksud saya inflasi hijau, Prof Mahfud," Gibran menjelaskan.

 

Pertanyaan Receh Tak Butuh Jawaban

Menanggapi Gibran, Mahfud Md menilai jawaban itu justru tak karuan karena penjelasan mengenai greenflation tidak jelas. Bahkan dirinya menyebut jawaban Gibran ngawur dan hanya mengaitkan sesuatu yang tidak nyambung.

 

"Saya juga ingin mencari tuh, jawabannya ngawur juga. Ngarang-ngarang nggak karuan, mengkaitkan dengan sesuatu yang tidak ada," kata Mahfud sambil menirukan gerakan tubuh Gibran yang seolah mencari jawaban tadi.

 

Mahfud enggan memberi jawaban mengenai grenflation karena dinilai kurang bermutu dan tidak akademis atau “recehan” sehingga tidak layak mendapat jawaban.

 

"Kalau akademis itu, gampangnya kalau yang bertanya seperti itu tuh recehan. Oleh sebab itu, itu tidak layak dijawab menurut saya, dan oleh sebab itu saya kembalikan ke moderator," ucap Menteri Koordinator Hukum dan HAM tersebut.

 

https://www.liputan6.com/pemilu/read/5511502/tkn-prabowo-gibran-greenflation-bukan-pertanyaan-receh?page=3

  • Hits: 170

TKN Prabowo-Gibran: Istilah Greenflation Bukan Masalah Receh

Dhuhr12:07 WIB | Rabu, 12 Rajab 1445

Red: Bilal Ramadhan

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam acara debat cawapres pada Ahad (21/1/2024), Gibran Rakabuming Raka memberi pertanyaan tentang greenflation kepada Mahfud MD. Namun Mahfud enggan menjawabnya karena masalah receh.

 

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo, menyatakan greenflation bukan istilah slang atau istilah loose change dalam diskusi tersebut. Dradjad sebut mereka yang melihat greenflation hanya sekedar uang receh tidak mengetahui proses yang terlibat dalam pergerakan menuju ekonomi hijau, seperti penggunaan praktik berkelanjutan dan energi terbarukan.

 

“Tidak paham tantangan dan hambatan apa saja yang membuat transisi tersebut sangat lambat di dunia. Tidak paham risiko politik bahkan gejolak sosial yang bisa muncul akibat transisi tersebut,” kata Dradjad, dalam rilisnya, Senin (22/1/2024).

 

Ia menjelaskan, kata greenflation merupakan kata kontemporer yang semakin banyak digunakan oleh para ilmuwan, aktivis, pebisnis, bahkan politisi yang tertarik pada isu lingkungan.

 

“Dipakai mereka yang terlibat dalam urusan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” kata ekonom senior INDEF ini.

 

Sederhananya, kenaikan harga yang disebabkan oleh biaya transisi yang signifikan yang disebutkan di atas disebut sebagai greenflation, menurut Profesor Dradjad. Dengan kata lain, inflasi yang didorong oleh biaya adalah salah satu jenis greenflation.

 

Sebagai gambaran lain, beberapa negara telah menerapkan peraturan keberlanjutan yang ketat pada sektor korporasi. Selain mahal, memenuhi persyaratan ini akan menghasilkan greenflation. Harga karbon dan upaya lainnya juga demikian.

 

Oleh karena itu, permasalahan keberlanjutan, peralihan ke ekonomi hijau, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim semuanya berpusat pada inflasi hijau. Karena transisi tersebut tidak dapat dihindari, solusi terhadap kesulitan ini perlu segera dikembangkan.

 

"Jadi itu bukanlah kata yang ambigu," kata Dradjad.

 

https://pemilukita.republika.co.id/berita/s7o7if330/tkn-prabowogibran-istilah-greenflation-bukan-masalah-receh

  • Hits: 157

Gibran Peduli Greenflation, Pakar TKN Jelaskan Dampak Negatif Jika Tidak Diurusi

Senin, 22 Januari 2024, 18:08 WIB

 

Warta Ekonomi, Jakarta - Dalam debat Cawapres yang baru saja diselenggarakan pada 21 Januari 2024 di JCC Senayan, Jakarta, topik greenflation mendapat sorotan khusus.

 

Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming, mempertanyakan cara mengatasi greenflation kepada Mahfud MD, namun merasa tidak mendapatkan jawaban yang diharapkan. Tanggapan ini mengundang perhatian dari Dradjad Wibowo, anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran dan pakar ekonomi senior dari INDEF.

 

“Bagaimana cara mengatasi greenflation?” tanya Gibran Rakabuming kepada Mahfud MD.

 

Dradjad Wibowo menekankan bahwa greenflation bukanlah konsep yang sederhana. Istilah ini merujuk pada peningkatan harga yang terjadi akibat biaya mahal dalam transisi ke ekonomi hijau. Ini merupakan salah satu bentuk inflasi dorongan biaya atau cost-push inflation, yang sering menjadi pembahasan di kalangan ilmuwan, aktivis, pebisnis, dan politikus yang fokus pada keberlanjutan.

 

Indonesia, yang memiliki potensi panas bumi kedua terbesar di dunia, hanya memanfaatkan sekitar 9,8 persen dari potensinya. Menurut Dradjad, salah satu kendala utamanya adalah biaya produksi listrik tenaga panas bumi yang signifikan lebih mahal dibanding PLTU batu bara.

 

"Kendala utama adalah biaya produksi listrik tenaga panas bumi yang 50 persen lebih mahal dibanding PLTU batu bara, bahkan bisa dua kali lipat lebih mahal dalam beberapa estimasi," jelas Drajad dalam keterangannya, Senin (22/1/2024).

 

Peralihan sepenuhnya dari PLTU batu bara ke PLTP dengan biaya saat ini akan meningkatkan biaya listrik nasional minimal 50 persen. Ini akan berdampak luas pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, dengan kenaikan harga yang drastis. Greenflation juga dapat menyebabkan dampak negatif serupa dengan inflasi biasa, termasuk potensi konflik sosial dan peningkatan ketimpangan.

 

Transisi energi di Indonesia yang dilakukan secara radikal berpotensi menyebabkan kenaikan tarif listrik, pajak kendaraan bermotor yang tinggi, atau kenaikan harga barang akibat pajak karbon.

 

Masyarakat berpenghasilan rendah menjadi kelompok yang paling terdampak oleh greenflation. Upah mereka yang tidak sebanding dengan tingkat inflasi, serta kecenderungan menyimpan tabungan dalam bentuk tunai, berbeda dengan keluarga yang lebih kaya, membuat daya beli mereka menurun secara signifikan.

 

Debat ini menyoroti pentingnya pendekatan yang bijaksana dan bertahap dalam transisi energi, untuk menghindari dampak negatif yang luas dari greenflation. Kepemimpinan yang inovatif dan penuh pertimbangan dari tokoh seperti Gibran Rakabuming dalam tim Prabowo-Gibran menjadi kunci dalam navigasi kompleksitas ini.

 

Editor: Amry Nur Hidayat

https://wartaekonomi.co.id/read526513/gibran-peduli-greenflation-pakar-tkn-jelaskan-dampak-negatif-jika-tidak-diurusi

  • Hits: 167

Bela Gibran, TKN Debut Isu Greenflation Penting Dalam Transisi Ekonomi Hijau

Reporter & Editor : MARULA SARDI

Senin, 22 Januari 2024 15:43 WIB

 

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran dan pakar ekonomi senior dari INDEF, Dradjad Wibowo baru-baru ini menanggapi konsep greenflation yang dibahas oleh Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming ketika debat Cawapres yang diselenggarakan pada 21 Januari 2024 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024).

 

Sebelumnya Calon Wakil Presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming dalam sesi tanya jawab memberikan pertanyaan cara mengatasi greenflation kepada Mahfud MD.

 

“Bagaimana cara mengatasi greenflation?” tanya Gibran Rakabuming kepada Mahfud MD.

 

Setelah Mahfud memberikan jawaban, Gibran pun mengatakan bahwa ia tidak menemukan jawaban yang dicari dari sosok Mahfud MD.

 

Menurut Dradjad, greenflation bukanlah istilah sederhana atau konsep yang bisa diranggap receh. Dradjad menekankan bahwa greenflation merupakan isu kompleks dalam transisi ke ekonomi hijau, yang mencakup energi bersih dan praktik keberlanjutan.

 

Greenflation, menurut Dradjad, merupakan istilah kontemporer yang sering digunakan oleh para ilmuwan, aktivis, pebisnis, dan politikus yang berkecimpung dalam isu keberlanjutan.

 

Istilah ini merujuk pada peningkatan harga yang disebabkan oleh biaya mahal transisi ke ekonomi hijau, menjadi salah satu bentuk dari inflasi dorongan biaya atau cost-push inflation.

 

Dradjad memberikan contoh konkret dari Indonesia, yang memiliki potensi panas bumi kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, namun hanya memanfaatkan sekitar 9,8 persen dari potensinya.

 

"Kendala utama adalah biaya produksi listrik tenaga panas bumi yang 50 persen lebih mahal dibanding PLTU batu bara, bahkan bisa dua kali lipat lebih mahal dalam beberapa estimasi," jelas Drajad dalam keterangannya, Senin (22/1/2024).

 

Dradjad mengingatkan bahwa jika Indonesia beralih sepenuhnya dari PLTU batu bara ke PLTP dengan biaya saat ini, biaya listrik nasional bisa meningkat minimal 50 persen. Hal ini akan berdampak luas terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi, dengan harga-harga yang melonjak drastis.

 

Greenflation, lanjut Dradjad, akan menghasilkan dampak negatif yang serupa dengan inflasi biasa, termasuk potensi konflik sosial dan peningkatan ketimpangan.

 

Di Indonesia, transisi energi yang dilakukan secara radikal dapat menyebabkan kenaikan tarif listrik, pajak kendaraan bermotor yang tinggi, atau kenaikan harga barang karena pajak karbon.

 

Masyarakat berpenghasilan rendah akan paling terdampak oleh greenflation ini, tidak hanya karena upah mereka yang tidak sebanding dengan tingkat inflasi, tetapi juga karena mereka cenderung menyimpan tabungan dalam bentuk tunai, berbeda dengan keluarga yang lebih kaya dengan aset riil mereka.

 

Akibatnya, daya beli masyarakat berpenghasilan rendah akan menurun secara signifikan.

 

https://rm.id/baca-berita/pemilu/207174/bela-gibran-tkn-debut-isu-greenflation-penting-dalam-transisi-ekonomi-hijau

  • Hits: 147

Gibran Angkat Isu Greenflation, Pakar TKN Jelaskan Dampak Negatif Jika Tidak Diurusi

Oleh: Yudho Winarto

Senin, 22 Januari 2024 19:01 WIB

 

 

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam debat Cawapres yang baru saja diselenggarakan pada 21 Januari 2024 di JCC Senayan, Jakarta, topik greenflation mendapat sorotan khusus.

 

Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming, mempertanyakan cara mengatasi greenflation kepada Mahfud MD, namun merasa tidak mendapatkan jawaban yang diharapkan.

 

Tanggapan ini mengundang perhatian dari Dradjad Wibowo, anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran dan pakar ekonomi senior dari INDEF.

 

“Bagaimana cara mengatasi greenflation?” tanya Gibran Rakabuming kepada Mahfud MD.

 

Dradjad Wibowo menekankan bahwa greenflation bukanlah konsep yang sederhana. Istilah ini merujuk pada peningkatan harga yang terjadi akibat biaya mahal dalam transisi ke ekonomi hijau.

 

Ini merupakan salah satu bentuk inflasi dorongan biaya atau cost-push inflation, yang sering menjadi pembahasan di kalangan ilmuwan, aktivis, pebisnis, dan politikus yang fokus pada keberlanjutan.

 

Indonesia, yang memiliki potensi panas bumi kedua terbesar di dunia, hanya memanfaatkan sekitar 9,8% dari potensinya.

 

Menurut Dradjad, salah satu kendala utamanya adalah biaya produksi listrik tenaga panas bumi yang signifikan lebih mahal dibanding PLTU batubara.

 

"Kendala utama adalah biaya produksi listrik tenaga panas bumi yang 50% lebih mahal dibanding PLTU batu bara, bahkan bisa dua kali lipat lebih mahal dalam beberapa estimasi," jelas Drajad dalam keterangannya, Senin (22/1).

 

Peralihan sepenuhnya dari PLTU batu bara ke PLTP dengan biaya saat ini akan meningkatkan biaya listrik nasional minimal 50%.

 

Ini akan berdampak luas pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, dengan kenaikan harga yang drastis.

 

Greenflation juga dapat menyebabkan dampak negatif serupa dengan inflasi biasa, termasuk potensi konflik sosial dan peningkatan ketimpangan.

 

Transisi energi di Indonesia yang dilakukan secara radikal berpotensi menyebabkan kenaikan tarif listrik, pajak kendaraan bermotor yang tinggi, atau kenaikan harga barang akibat pajak karbon.

 

Masyarakat berpenghasilan rendah menjadi kelompok yang paling terdampak oleh greenflation. Upah mereka yang tidak sebanding dengan tingkat inflasi, serta kecenderungan menyimpan tabungan dalam bentuk tunai, berbeda dengan keluarga yang lebih kaya, membuat daya beli mereka menurun secara signifikan.

 

Debat ini menyoroti pentingnya pendekatan yang bijaksana dan bertahap dalam transisi energi, untuk menghindari dampak negatif yang luas dari greenflation.

 

Kepemimpinan yang inovatif dan penuh pertimbangan dari tokoh seperti Gibran Rakabuming dalam tim

Prabowo-Gibran menjadi kunci dalam navigasi kompleksitas ini.

 

Editor: Yudho Winarto

 

https://amp.kontan.co.id/news/gibran-angkat-isu-greenflation-pakar-tkn-jelaskan-dampak-negatif-jika-tidak-diurusi

  • Hits: 193

Page 39 of 77

About SDI


Sustainable development is defined as “development that meets the current need without reducing the capability of the next generation to meet their need (UNCED, 1992)

Partner

Contact Us

Komplek Kehutanan Rasamala
Jl.Rasamala No.68A
Ciomas,Bogor Jawa Barat 16610

Telp : 0251-7104521 
Fax  : 0251-8630478
Email: sdi@sdi.or.id