Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 8% Masih Mungkin dengan Industrialisasi
Minggu, 08 September 2024 / 16:50 WIB
Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dradjad Wibowo, optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar 8% masih dapat dicapai.
Pernyataan ini disampaikan dalam studium generale di Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila pada Sabtu, 7 September 2024. Meski demikian, Dradjad menekankan bahwa angka tersebut bukanlah target rata-rata selama masa pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan.
Menurut Dradjad, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar 5,11% dari tahun 1961 hingga 2023, dan hanya lima kali mencapai 8% atau lebih, yaitu pada tahun 1968 (10,92%), 1973 (8,10%), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%), dan 1995 (8,22%).
Ia menekankan bahwa peluang Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi minimal 8% dalam 63 tahun terakhir hanya sekitar 8%, dengan industrialisasi dan modernisasi berperan penting dalam hal ini.
Dradjad menyoroti pentingnya investasi fundamental di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kelembagaan. "Investasi ini memerlukan waktu sebelum berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam keterangannya.
Lebih lanjut, Dradjad menyarankan penggunaan stimulus Keynesian sebagai langkah yang potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Stimulus ini melibatkan kebijakan fiskal yang bertujuan meningkatkan permintaan agregat.
Ada tiga fokus utama yang diusulkan, yaitu peningkatan produktivitas tenaga kerja, optimalisasi investasi jangka pendek di sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kelembagaan, serta hilirisasi dan modernisasi sebagai prioritas perubahan struktural.
Dradjad juga menekankan pentingnya memilih program APBN yang memiliki potensi pertumbuhan tertinggi, seperti program Asta Cita yang mencakup pemberian makanan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, serta pembangunan infrastruktur dasar.
Sumber pendanaan untuk stimulus ini, menurut Dradjad, bisa berasal dari pendapatan negara yang bersifat ad hoc dan digitalisasi pajak serta cukai.
"Sudah dicoba saat saya memimpin unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan sudah menghasilkan," jelasnya.
Dradjad juga menambahkan bahwa detail lebih lanjut mengenai hal ini akan disampaikan di kesempatan lain.
- Hits: 69
Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa Tembus 8%, Ini Syaratnya
Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Minggu, 08 Sep 2024 15:30 WIB
Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8%. Untuk mengejar target tersebut terdapat beberapa syarat yang harus dicapai.
Ekonom senior Indef Dradjad Wibowo menjelaskan, dalam kurun waktu tahun 1961 sampai tahun 2023 pertumbuhan rata-rata Indonesia 5,11%, dan hanya lima kali tumbuh 8% atau lebih yaitu tahun 1968 (10,92%), 1973 (8,10%), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%) dan 1995 (8,22%).
"Artinya, selama 63 tahun peluang ekonomi Indonesia tumbuh minimal 8% adalah sekitar 8% juga. Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi berperan dominan," ujar Dradjad dalam keterangan tertulis, Minggu (8/9/2024).
Dradjad menambahkan, investasi fundamental menjadi hal yang sangat penting. Investasi fundamental itu di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Namun, jangan mengharapkan pertumbuhan tinggi dalam jangka pendek dari investasi ini karena terdapat jeda waktu.
"Saya sudah mengevaluasi berbagai jalur untuk pertumbuhan tinggi. Yang paling potensial adalah stimulus Keynesian," kata Dradjad.
Stimulus Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah untuk menggenjot permintaan agregat agar ekonomi tumbuh tinggi, atau agar tidak anjlok saat kondisi menurun. Dijelaskan Dradjad, tiga hal potensial yang bisa menjadi fokus stimulus Keynesian.
Sebutnya, pertama adalah kebijakan produktivitas tenaga kerja yang tepat mengatasi kesenjangan produktivitas yang masih tinggi. Kemudian, terobosan memaksimalkan efek pertumbuhan jangka pendek dari investasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Dan yang terakhir hilirisasi dan modernisasi sebagai perubahan struktural harus diprioritaskan.
"Program APBN harus benar-benar dipilih yang memiliki potensi pertumbuhan tertinggi. Contohnya dalam Asta Cita adalah makan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, pembangunan rumah, air bersih, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi.," ujarnya.
"Di bidang pendidikan, belanja tidak dibatasi hanya pada sarana dan prasarana pengajaran saja. Tapi untuk pembangunan jalan dan jembatan yang memudahkan anak didik di desa terpencil bersekolah.
Dia juga menyebutkan, penyediaan pasar melalui APBN bagi generasi milenial dan Generasi Z di bidang teknologi informatika, pelatihan vokasional untuk manufaktur dan jasa, peningkatan produktivitas pekerja melalui standarisasi.
Dalam kesempatan itu, Dradjad juga menjelaskan dari mana sumber dananya. Menurutnya, berasal dari pendapatan negara yang bersifat adhoc.
"Sudah dicoba waktu saya memimpin unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan sudah menghasilkan. Adhoc itu yang jangka pendek. Jangka menengahnya, digitalisasi pajak dan cukai. Mulai dari PPN (pajak pertambahan nilai). Nanti di kesempatan lain akan saya uraikan lebih rinci," katanya.
- Hits: 68
Bisakah Ekonomi Tumbuh 8 Persen? Ekonom Senior Dradjad Wibowo Paparkan Syaratnya
Minggu, 8 September 2024 - 16:08 WIB
Oleh : Agus Rahmat
Jakarta, VIVA – Pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, disebut masih bisa dicapai. Itu dikatakan oleh ekonom senior Indef, Dradjad Wibowo. Pertumbuhan tersebut kata Dradjad, bukan menjadi pertumbuhan rata-rata saat nanti pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Penegasan itu disampaikan Dradjad, saat memberikan studium generale di Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila, Sabtu kemarin. Dijelaskan Dradjad dalam keterangannya yang diterima, bahwa kurun waktu 1961 sampai tahun 2023 pertumbuhan rata-rata Indonesia 5,11 persen.
Lanjut dia, dari rentan waktu tersebut tercatat Indonesia pernah lima kali tumbuh 8 persen atau lebih. Yaitu tahun 1968 (10,92 persen), 1973 (8,10 persen), 1977 (8,76 persen), 1980 (9,88 persen) dan 1995 (8,22 persen).
“Artinya, selama 63 tahun peluang ekonomi Indonesia tumbuh minimal 8 persen adalah sekitar 8 persen juga. Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi berperan dominan,” jelas Dradjad, Minggu 8 September 2024.
Investasi fundamental, jelas dia, merupakan hal yang penting. Dimana investasi fundamental tersebut ada pada bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Meski demikian, menurutnya tidak bisa juga kita mengharapkan pertumbuhan tinggi dalam jangka yang pendek dari investasi tersebut.
“Saya sudah mengevaluasi berbagai jalur untuk pertumbuhan tinggi. Yang paling potensial adalah stimulus Keynesian,” jelas Dradjad.
Stimulus Keynesian sebagai kebijakan fiskal pemerintah untuk menggenjot permintaan agregat agar ekonomi tumbuh tinggi, atau agar tidak anjlok saat kondisi menurun. Untuk bisa focus pada stimusl Keynesian, menurutnya ada tiga hal yang potensial.
Pertama, adalah kebijakan produktifitas tenaga kerja yang tepat mengatasi kesenjangan produktifitas yang masih tinggi.
Kemudian adalah terobosan memaksimalkan efek pertumbuhan jangka pendek dari investasi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan.
Sedangkan yang terakhir adalah hilirisasi dan modernisasi sebagai perubahan struktural yang memang harus diprioritaskan.
‘Program APBN harus benar-benar dipilih yang memiliki potensi pertumbuhan tertinggi. Contohnya dalam Asta Cita adalah makan bergizi gratis, swasembada energi dan pangan, pembangunan rumah, air bersih, sanitasi, transportasi dan telekomunikasi.,” jelasnya. Baca Juga : Prabowo Subianto Shows Commitment to Tackle Corruption “Di bidang pendidikan, belanja tidak dibatasi hanya pada sarana dan prasarana pengajaran saja. Tapi untuk pembangunan jalan dan jembatan yang memudahkan anak didik di desa terpencil bersekolah”. “Penyediaan pasar melalui APBN bagi generasi milenial dan Generasi Z di bidang teknologi informatika, pelatihan vokasional untuk manufaktur dan jasa, peningkatan produktifitas pekerja melalui standarisasi,” Dradjad memaparkan.
Mengenai sumber dana dari program-program tersebut, Dradjad menjelaskan sumbernya adalah berasal dari pendapatan Negara yang bersifat adhoc.
“Sudah dicoba waktu saya memimpin unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan sudah menghasilkan. Adhoc itu yang jangka pendek. Jangka menengahnya, digitalisasi pajak dan cukai. Mulai dari PPN (pajak pertambahan nilai). Nanti di kesempatan lain akan saya uraikan lebih rinci,” jelasnya.
- Hits: 55
Perlu Terobosan Khusus untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa dicapai kendati peluangnya kecil, yakni hanya 8 persen.
Oleh: ADITYA PUTRA PERDANA
7 September 2024 21:36 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, seperti yang sempat dilontarkan presiden terpilih Prabowo Subianto, dinilai sebagai sesuatu yang dapat dicapai. Namun, ada syarat menantang yang harus dipenuhi, yakni bagaimana memadukan peningkatan produktivitas tenaga kerja, stimulus Keynesian, dan optimalisasi perubahan struktural melalui industrialisasi.
Demikian disampaikan Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad Wibowo saat menjadi pembicara dalam acara studium generale bertajuk ”Strategi Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Indonesia ke Depan” di Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila, Jakarta, Sabtu (7/9/2024).
Menurut Dradjad, sebagai akademisi, ia memahami berbagai kritik yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi 8 persen sangat berat dicapai. Di antaranya karena indikator incremental capital to output ratio (ICOR) Indonesia yang tinggi dan banyaknya kelas menengah yang turun kelas. Juga adanya wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berisiko menurunkan daya beli masyarakat.
Selain itu, data historis pun menunjukkan, selama 63 tahun (1961-2023), hanya lima kali ekonomi Indonesia tumbuh 8 persen atau lebih. Jika merujuk pada data tersebut, probabilitas ekonomi Indonesia untuk bisa tumbuh 8 persen per tahun hanyalah sekitar 8 persen.
Namun, berdasarkan model perhitungan yang dibuatnya untuk bahan kampanye saat menjadi anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Gibran, Dradjad meyakini, meskipun berat, pertumbuhan ekonomi 8 persen tetap bisa dicapai.
Ia mengatakan ada tiga hal yang sejatinya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen. ”Yaitu peningkatan produktivitas tenaga kerja, adanya potensi pertumbuhan dari stimulus Keynesian (kebijakan stimulus dan belanja pemerintah untuk menjaga daya beli dan menggerakkan permintaan), serta potensi pertumbuhan dari industrialisasi,” katanya.
Berdasarkan simulasi yang dibuatnya, pertumbuhan ekonomi 8 persen bukanlah angka rata-rata dalam 5 tahun ke depan atau selama periode pemerintahan baru 2024-2029. ”Pertumbuhan ekonomi 8 persen akan tercapai pada 2028-2029 saat belanja negara termasuk untuk stimulus bersifat optimal. Kunci untuk mendorong belanjanya adalah dengan meningkatkan penerimaan negara secara signifikan,” kata Dradjad yang juga Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional.
Karena itu, kata Dradjad, ”kutukan 10 persen” rasio pajak Indonesia harus didobrak. ”Penerimaan negara dari pajak menjadi pendorongnya. Artinya, untuk mendapatkan itu, tax ratio tidak bisa lagi stuck di angka 10 persen,” ujarnya.
Dradjad menambahkan, untuk mendorong penerimaan tersebut, rasio pajak pada tahun 2025 ditargetkan naik menjadi 12,23 persen. Hal itu hanya bisa dicapai dengan melakukan transformasi kelembagaan, sumber daya manusia, budaya dan teknologi lembaga terkait. Selain itu, mengejar sumber pendapatan negara ad hoc seperti kasus pajak yang inkracht dan kenaikan penerimaan dari digitalisasi sistem pendapatan negara.
”Untuk merealisasikan semua itu, berdasarkan pengalaman saya saat menjadi Ketua Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan Badan Intelijen Negara, pemerintah perlu melakukan terobosan khusus,” kata Dradjad yang karena terikat kode etik enggan menjelaskan seperti apa terobosan khusus tersebut.
Utang
Dradjad juga berharap utang tak selalu menjadi jalan keluar di era pemerintahan ke depan. Menurut dia, uang untuk membayar bunga utang sejatinya bisa untuk berbagai hal yang lebih berdampak.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sampai akhir Juli 2024, total utang(outstanding) pemerintah mencapai Rp 8.502,69 triliun. Berdasarkan proyeksi APBN 2024, posisi utang pemerintah per akhir tahun ini diperkirakan Rp 8.700 triliun. (Kompas.id, 22/8/2024).
”Saya berharap pemerintahan Prabowo-Gibran atau Menteri Keuangan ke depan disiplin. Tidak lagi menjadikan utang sebagai andalan bagi sumber pertumbuhan. Jangan hanya melihat bahwa nanti bisa dibayarkan. Uang yang dipakai untuk bayar bunga utang tersebut efeknya akan lebih besar jika digunakan untuk hal lainnya bagi masyarakat,” kata Dradjad.
Sementara itu, Ketua Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila Agustinus Miranda menuturkan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi hal penting dalam pembangunan Indonesia ke depan. Artinya, diperlukan investasi untuk peningkatan pendidikan dan kesehatan.
Di samping itu, hilirisasi dan industrialisasi pun perlu dilakukan dengan konsisten. ”Perlu ada berbagai regulasi atau kebijakan yang pro pada dunia usaha. Baik untuk pendirian pengembangan usaha, akses terhadap modal, dan insentif-insentif lainnya,” katanya.
Editor: MUHAMMAD FAJAR MARTA
- Hits: 52
Hilirisasi dan Menjaga Kelestarian Alam Penting untuk Pertumbuhan Ekonomi
Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Rabu, 4 September 2024| 22:30 WIB
Dradjad Hari Wibowo Ketua Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/10/2019). Foto: Faiz/Dok. suarasurabaya.net
Hilirisasi menjadi hal penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
Jika hilirisasi tidak dilakukan, potensi kehilangan pendapatan negara termasuk dari masyarakat akan sangat besar.
Hal ini diungkapkan oleh Dradjad Wibowo ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) saat kuliah umum di Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali, Rabu (4/9/2024).
“Saya sudah tunjukkan hilirisasi kayu lapis itu hasilnya sangat besar sekali tapi karena kita tidak menjaga kelestarian akhirnya ambles industri nya. Saya juga sudah tunjukkan migas kita tidak melakukan hilirisasi, kita kehilangan potensi ekonomi besar sekali. Bukan hanya dulu tapi sekarang. Efeknya kan industri tekstil kita ikut jadi korban karena kita tidak punya industri PET (polyethylene terephthalate),” ujarnya.
Indonesia, lanjutnya lagi, harus impor dari Singapura karena tidak memiliki kilang minyak yang memadai. Hal ini menyebabkan kerugian negara yang cukup panjang.
Pada sektor pertanian, menurut Dradjad, menjadi hal penting untuk dilakukannya hilirisasi atau proses pengolahan bahan baku mentah menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
“Pertanian itu berasal dari sumber daya yang terbarukan, kita tidak bisa mengulangi kesalahan yang terjadi pada industri kayu lapis. Kita harus belajar dari industri bubur kertas, memenuhi syarat kelestarian yang bukan hanya syarat kelestarian Indonesia saja, tapi syarat kelestarian yang diakui pasar global,” ungkap ketua sekaligus pendiri Indonesia Forestry Certification Cooperation (IFCC) ini.
Kata dia, hilirisasi pada sektor pertanian harus memenuhi tiga prinsip kelestarian, yaitu lestari produksi, lestari sosial serta lestari ekologi / lingkungan.
Lestari produksi, kata Dradjad, dilihat dari sisi ekonominya, sementara lestari sosial harus melibatkan masyarakat adat, lokal, tak ada eksploitasi pekerja, dan tidak ada diskriminasi gender.
“Kemudian lestari ekologi, jangan sampai terjadi kerusakan lingkungan, dan tidak merusak hutan serta alam,” jelasnya.
Terkait Bali, Dradjad menambahkan Bali itu mempunyai komoditas ikan, jeruk, kopi, kayu juga ukir-ukiran.
“Intinya, jangan melihat kelestarian sebagai biaya karena sudah terbukti kelestarian itu adalah sumber pertumbuhan. Bali sangat krusial karena Bali tergantung dengan turis. Turis perlu air, kalau Bali tidak menjaga kelestarian air lama-lama orang jadi tidak mau ke Bali karena kurang air,” ujarnya.
“Belum lagi air untuk kebutuhan penduduk. Kelestarian air harus dijaga di Bali. Turis sebagian datang ke Bali karena alam, karena mereka suka sawah yang cantik, lihat pantainya yang bagus dan lain sebagainya. Kalau itu tidak dijaga, turis akan kabur. Kelestarian menjadi sumber bagi pertumbuhan,” pungkasnya.(faz/ipg)
- Hits: 49
More Articles …
Page 14 of 40